STAY @ My Blog

Selasa, 27 Juli 2010

NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK EKSPOR, DAN PAJAK P

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 778/KM.1/2010

TENTANG

NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA
DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK EKSPOR, DAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERLAKU
UNTUK TANGGAL 26 JULI 2010 SAMPAI DENGAN 01 AGUSTUS 2010

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

1. bahwa untuk keperluan pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan atas pemasukan barang, hutang Pajak yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa uang asing, harus terlebih dahulu dinilai ke dalam uang rupiah;
2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 26 Juli 2010 sampai dengan 01 Agustus 2010.


Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
5. Keputusan Presiden Nomor 187/P Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.01/2002 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I Di Lingkungan Departemen Keuangan Untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK EKSPOR, DAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERLAKU UNTUK TANGGAL 26 JULI 2010 SAMPAI DENGAN 01 AGUSTUS 2010.

Pasal 1

Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 26 Juli 2010 sampai dengan 01 Agustus 2010, ditetapkan sebagai berikut :

1. Rp. 9.052,00 Untuk dolar Amerika Serikat (USD) 1,-
2. Rp 7.995,27 Untuk dolar Australia (AUD) 1,-
3. Rp 8.666,51 Untuk dolar Canada (CAD) 1,-
4. Rp 1.563,64 Untuk kroner Denmark (DKK) 1,-
5. Rp 1.164,30 Untuk dolar Hongkong (HKD) 1,-
6. Rp 2.817,66 Untuk ringgit Malaysia (MYR) 1,-
7. Rp 6.491,37 Untuk dolar Selandia Baru (NZD) 1,-
8. Rp 1.449,50 Untuk kroner Norwegia (NOK) 1,-
9. Rp 13.793,08 Untuk poundsterling Inggris (GBP) 1,-
10. Rp 6.583,46 Untuk dolar Singapura (SGD) 1,-
11. Rp 1.231,10 Untuk kroner Swedia (SEK) 1,-
12. Rp 8.628,84 Untuk franc Swiss (CHF) 1,-
13. Rp 10.401,49 Untuk yen Jepang (JPY) 100,-
14. Rp 1.406,93 Untuk kyat Burma (BUK) 1,-
15. Rp 191,80 Untuk rupee India (INR) 1,-
16. Rp 31.382,07 Untuk dinar Kuwait (KWD) 1,-
17. Rp 105,84 Untuk rupee Pakistan (PKR) 1,-
18. Rp 194,92 Untuk peso Philipina (PHP) 1,-
19. Rp 2.413,72 Untuk riyal Saudi Arabia (SAR) 1,-
20. Rp 80,25 Untuk rupee Sri Lanka (LKR) 1,-
21. Rp 280,51 Untuk baht Thailand (THB) 1,-
22. Rp 6.583,85 Untuk dolar Brunei Darussalam (BND) 1,-
23. Rp 11.653,00 Untuk EURO (EUR) 1,-
24. Rp 1.335,46 Untuk yuan China (CNY) 1,-
25. Rp 7,51 Untuk won Korea (KRW) 1,-

Pasal 2

Dalam hal kurs valuta asing lainnya tidak tercantum dalam Pasal 1, maka nilai kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan adalah kurs spot harian valuta asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap dolar Amerika Serikat yang berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya dan dikalikan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini

Pasal 3

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 26 Juli 2010

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia



Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Juli 2010
An MENTERI KEUANGAN
SEKRETARIS JENDERAL

ttd

MULIA P NASUTION
NIP 195108271976031001

Jumat, 16 Juli 2010

MTV Movie Awards 2010 The Golden Popcorn:

MTV Movie Awards 2010 The Golden Popcorn:

Best Movie - The Twilight Saga: New Moon

Best Male Performance - Robert Pattinson 'The Twilight Saga: New Moon'

Best Female Performance - Kristen Stewart 'The Twilight Saga: New Moon'

Breakthrough Performance - Anna Kendrick 'Up in the Air'

Best Villain - Tom Felton 'Harry Potter and the Half-Blood Prince'

Best Comedic Performance - Zach Galifianakis 'The Hangover'

Best Kiss - Kristen Stewart and Robert Pattinson

Best Fight - Beyonce Knowles vs. Ali Larter 'Obsessed'

Best WTF! Moment - Naked Trunk Surprise - Ken Jeong

Best Scared-As-S**t Performance - Amanda Seyfried 'Jennifer's Body'

Biggest Badass Star - Rain 'Ninja Assassin'

Global Superstar - Robert Pattinson

MTV Generation - Sandra Bullock

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 279/PJ./2010

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP - 279/PJ./2010

TENTANG

REVISI DISTRIBUSI RENCANA PENERIMAAN
PPh NON MIGAS, PPN & PPn BM, PAJAK LAINNYA, SERTA PBB dan BPHTB
TAHUN ANGGARAN 2010

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, maka dipandang perlu untuk menetapkan Distribusi Rencana Penerimaan per Kantor Wilayah Tahun Anggaran 2010, yang terdiri dari PPh Non Migas, PPN dan PPn BM, Pajak Lainnya, serta PBB dan BPHTB;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4893);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986);
3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3988);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5132);
9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-22/PJ./2010 tanggal 19 Januari 2010 tentang Distribusi Rencana Penerimaan PPh Non Migas, PPN dan PPnBM, Pajak Lainnya, PBB dan BPHTB Tahun Anggaran 2010;
10. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-255/PJ./2009 tanggal 22 Oktober 2009 tentang Rencana Penerimaan PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 Tahun Anggaran 2010 sebagai Dasar Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Tahun 2010;



MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG REVISI DISTRIBUSI RENCANA PENERIMAAN PPh NON MIGAS, PPN & PPn BM, PAJAK LAINNYA, PBB dan BPHTB TAHUN ANGGARAN 2009.


PERTAMA :

Menetapkan Revisi Distribusi Rencana Penerimaan Pajak per Kantor Wilayah Tahun Anggaran 2010 yang terdiri dari PPh Non Migas yang dirinci atas rencana penerimaan PPh Orang Pribadi, PPh Pasal 21, dan Pajak Non Migas Tidak Termasuk PPh Orang Pribadi dan PPh Pasal 21, PPN dan PPn BM, Pajak Lainnya, serta PBB dan BPHTB sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.


KEDUA :

Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dan atau perubahan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.


KETIGA :

Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku untuk tahun anggaran 2010

Salinan Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini disampaikan kepada:

1. Menteri Keuangan Republik Indonesia
2. Direktur Jenderal Perbendaharaan
3. Direktur Jenderal Anggaran
4. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
5. Kepala Badan Koordinasi Fiskal
6. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
7. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Seluruh Indonesia




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 01 Juli 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 77/PJ/2010

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 77/PJ/2010

TENTANG

PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
2. Pedagang Pengecer sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah orang pribadi yang melakukan:

1. penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
2. penyerahan jasa,

melalui suatu tempat usaha.
3. WP OPPT wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tersebut (diterbitkan NPWP cabang) dan di KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 3 juga berlaku dalam hal tempat usaha dan tempat tinggal WP OPPT berada dalam wilayah kerja KPP yang sama.
5. Dalam hal tempat tinggal WP OPPT sekaligus juga merupakan tempat usaha WP OPPT, terhadap WP OPPT tersebut hanya diterbitkan NPWP domisili (tidak perlu diterbitkan NPWP cabang).
6. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 untuk WP OPPT ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
7. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada butir 6 dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang mencantumkan NPWP dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan butir 4.
8. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada butir 7 merupakan kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
9. WP OPPT yang melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 dan Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
10. WP OPPT dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
11. Dalam hal WP OPPT tidak melakukan usaha sebagai Pedagang Pengecer di tempat tinggalnya maka WP OPPT tersebut tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 di KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal.
12. Terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang sebelumnya tidak termasuk WP OPPT tapi berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 termasuk sebagai WP OPPT maka angsuran PPh Pasal 25 sejak Masa Pajak Juli 2010 mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 6.
13. Pembayaran PPh Pasal 25 yang dilakukan:

1. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran tetapi belum melewati batas akhir pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; atau
2. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) dan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

14. WP OPPT yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal jatuh tempo pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
15. Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban PPh Pasal 25 WP OPPT, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut:

1. KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat usaha WP OPPT harus melakukan:
1) sosialisasi Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu;
2) penyisiran tempat-tempat usaha yang memenuhi kriteria WP OPPT di wilayah kerjanya masing-masing ;
3) himbauan kepada WP OPPT untuk melaksanakan kewajiban pembayaran angsuran PPh Pasal 25 WP OPPT dengan format Surat Himbauan sebagaimana lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
4) penerbitan STP kepada WP OPPT yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal jatuh tempo pelaporan untuk menagih sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
5) pengiriman alat keterangan atas pembayaran angsuran PPh Pasal 25 WP OPPT selama 1 (satu) Tahun Pajak kepada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP OPPT.
2. KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP OPPT melakukan equalisasi terhadap alat keterangan yang diterima dengan data SPT Tahunan PPh WP OP yang disampaikan WP OPPT yang bersangkutan.
3. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak diminta untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 Bagi WP OPPT oleh KPP yang berada di wilayah kerjanya.


Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.



Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Juli 2010
Direktur Jenderal,

ttd.

Mochamad Tjiptardjo
NIP 195104281975121002


Tembusan:

1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal pajak
3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan