STAY @ My Blog

Kamis, 07 Februari 2013

HUBUNGAN ISTIMEWA DAN TRANSFER PRICING

Salam hangat, -
Chozin N - c.nuari@traknus.co.id

A. Hubungan Istimewa :
 
Pada dasarnya, nilai transaksi ditentukan berdasarkan proses tawar menawar dan negosiasi antara masing-masing pihak untuk mencapai keuntungan maksimal. Harga yang terjadi adalah harga pasar yang wajar
Namun dapat juga terjadi nilai transaksi menjadi tidak wajar jika di antara pihak-pihak yang bertransaksi terdapat hubungan istimewa .

Salah satu motif terjadinya harga tidak wajar ini adalah untuk meminimalkan jumlah yang harus dibayar. Hal ini biasa dilakukan dengan cara mematok harga di atas atau di bawah harga wajar.

Untuk mengantisipasi hal ini, UU Perpajakan memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sesuai pasal 18 ayat (3) UU PPh

Hubungan Kepemilikan :
Hubungan istimewa karena kepemilikan terjadi apabila wajib pajak mempunyai penyertaan langsung sebesar 25% atau lebih pada wajib pajak lain, atau hubungan antara wajib pajak dengan wajib pajak dengan penyertaan 25% atau lebih pada dua wajib pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir sesuai psl 18 ayat (4) a. UU PPh

Contoh :
PT. A mempunyai 50% kepemilikan saham PT. B; dan PT B memunyai kepemilikan 50 % saham PT C; PT A juga memilki 50 % saham PT D; Antara PT A dan PT B terdapat hubungan istimewa, begitu pula PT B dan PT C. PT A dan PT C mempunyai hubungan istimewa ,karena PT A memiliki PT C secara tidak langsung . Kemudian antara PT D dengan PT A, PT B dan PT C juga terdapat hubungan istimewa.

Hubungan Penguasaan :
Hubungan istimewa karena penguasaan terjadi jika wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau dua/lebih wajib pajak berada dibawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung, sesuai pasal 18 ayat (4) huruf b UU PPh Biasanya terjadi karena hubungan manajemen atau teknologi.

Hubungan Keluarga :
Hubungan istimewa karena keluarga terjadi apabila terdapat hubungan keluarga,sesuai pasal 18 ayat (4) huruf c ,yaitu :

  • keluarga sedarahgaris keturunan lurus satu derajat;

  • keluarga sedarah garis keturunan kesamping satu derajat;

  • keluarga semenda garis keturunnan lurus satu derajat;

  • keluarga semenda garis keturunan kesamping satu derajat;

Dengan memperhatikan kriteria hubungan seperti tersebut diatas,pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dari garis hubungan keluarga adalah anak kandung,orang tua kandung,kakak kandung,anak tiri,mertua,kakak ipar dan adik ipar.

B. Transfer Pricing :
1. Pengertian :
Transfer Pricing adalah kebijakan suatu perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi yang dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :
  • intra - company transfer pricing

  • inter - company transfer pricing

Intra company transfer pricing merupakan transfer pricing antar divisi dalam satu perusahaan

Inter company transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Kedua perusahaan tersebut dapat berada dalam satu Negara ( domestic transfer pricing ) dan dapat juaga berada di Negara yang berada (international transfer pricing )

International Transfer Pricing, dapat menimbulkan permasalahan apabila digunakan untuk kepentingan penghindaran pajak. Perusahaan-perusahaan yang berada pada Negara berbeda dapat mengatur harga transfer sedemikian rupa sehingga perusahaan di negara yang tarif pajaknya rendah untuk mendapatkan keuntungan yang setingginya, Sedangkan perusahaan di negara yang tarif pajak lebih tinggi mendapat keuntungan yang serendah-rendahnya.

Domestic Transfer Pricing, dapat juga digunakan untuk menghindari pajak, meskipun dalam jumlah yang tidak signifikan, dengan cara menetapkan harga transfer sedemikian rupa sehingga :
- Penghasilan Kena Pajak tersebar merata pada perusahaan perusahaan terkait untuk mengurangi kemungkinan terkena tariff pajak progresif tertinggi
- Laba dapat dialihkan kepada perusahaan yang masih berhak menikmati kompensasi kerugian

2. Transfer Pricing Rules:
Untuk mencegah penghindaran pajak melalui transfer pricing ini, OECD merekomendasikan agar negara-negara mengadopsi transfer rules: yaitu memberikan kewenangan kepada Negara untuk mendistribusikan, membagikan atau mengalokasikan gross income, pengurang penghasilan, credits atau allowances atau item lain yang mempengaruh Penghasilan Kena Pajak di antara WP yang mempunyai hubungan istimewa untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak yang sebenarnya dari tiap wajib pajak tersebut.

Tujuan transfer pricing Rules
Adalah untuk menempatkan WP-WP yang mempunyai hubungan istemewa menjadi WP yang independent sehingga harga-harga yang digunakan diantara WP-WP tersebut dapat dipastikan kewajarannya (arm’s length)

3. Transfer Pricing Rules di Indonesia
Melalui UU PPh, Indonesia telah mengadopsi transfer picing rules pada pasal 18(3) UU PPh sbb: “Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi WP yang mempunyai hubungan istimewa dengan WP lainya sesuai kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa”.

Sebagai aturan pelaksanaannya, diterbitkan SE-04/PJ.7/1993 tentang petunjuk penanganan kasus-kasus transfer pricing sebagai berikut :

1. Konsep Hubungan istimewa

Sesuai psl 18 (4) UU PPh hubunga istimewa dianggap ada apabila :
1) WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada Wp lain, atau hubungan antara WP dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua WP atau lebih, demikian pula hubungan dua WP atau lebih yang disebut terakhir,
2) Wajib Pajak menguasai wajib pajak lainya atau dua atau lebih wajib pajak berada dibawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung
3) Terdapat hubungan kekeluargaan baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau kesamping satu derajat

Konsep Transfer Pricing

Secara universal transaksi antar WP yang mempunyai hubungan istimewa dikenal istilah transfer pricing . Hubungan istimewa dimaksud dapat mengakibatkan kekurangwajaran harga. Biaya atau imbalan lain yang direalisaikan dalam sautu transaksi usaha .
Transfer Pricing dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu WP ke WP lainya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas wajib pajak- wajib pajak yang mempunyai hubungan istemewa tersebut..

Kekurangwajaran sebagaimana tersebut diatas dapat terjadi pada :
1) Harga penjualan
2) Harga pembelian
3) Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost)
4) Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan)
5) Pembayaran komisi ,lisensi,franschise,sewa,royalti,imbalan atas jasa manajemen,imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya.
6) Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar
7) Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang /tidak mempunyai substansi usaha ( misalnya dummycompany letter box company atau reinvoicing center).

Metode dan Tehnis Penghitungan Harga Wajar

1) Comparable Uncomtrolled Price
2) Cost Plus
3) Resate Price
4) Comparable Profit

1) Comparable Uncontrolled Price
Membandingkan harga yang terjadi pada transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan transaksi yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa dalamlingkunan atau situasi yang setara.

Contoh :
PT. A memiliki 25% saham PT B. Atas penyerahan barang PT A Ke PT. B, PT A membebankan harga jual Rp.160 per unit: berbeda dengan harga yang diperhitungkan atas penyerahan barang yang sama kepada PT X ( tidak ada hubungan istimewa) yaitu Rp. 200 per unit.

Perlakuan perpajakan :
Dari contoh tersebut ,harga pasar sebading (comparable uncontrolled price) atas barang yang sama adalah yang dijual kepada PT X yang tidak ada hubungan istimewa. Dengan demikian harga yang wajar adalah Rp. 200 per unit. Harga ini dipakai sebagai dasar perhitungan penghasilan atau pengenaan pajak.

2) Cost Plus
Menambahkan tingkat laba kotor wajar ( yang diperoleh dari perusahaan sejenis yang tidak mempunyai hubungan istimewa ) pada harga pokok

Contoh :
PT.A memiliki 25% saham PT B. Atas penyerahan barang ke PT B, PT A membebankan harga jual Rp Rp.160 perunit. PT A tidak melakukan penjual an kepada pihak ketiga yang tida ada hubungan istimewa.

Perlakuan Perpajakan :
Misalnya diketahui bahwa PT memperoleh bahan baku dan bahan pembantu produksinya dari para pemasok yang tidak memunyaihubungan istimewa. Harga poko barang yang diproduksi adalah Rp.150 dan laba kotor yang pada umumnya diperoleh dari penjualan barang yang sama antar pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa ( comparable mark up) adalah 40% dari harga pokok. Dengan menerapkan metode harga pokok plus maka harga jual yang wajar atas barang tersebut dari PT A kepada PT B untuk tujuan penghitungan penghasilan kena pajak / dasar pengenaan, Rp 200 (Rp.150+ (40% x Rp 150)

3) Comparable Profit
Adalah membandinkan laba kotor dengan jenis perusahaan yang sama

Contoh :
Diketahui bahwa peresentase laba kotor usaha yang sama dengan usaha PT A dari data dunia bisnis adalah 30%,sdengkan laba kotor yang dilaporkan PT A adalah 15 %

Perlakuan Perpajakan:
Karena terdapat divisiasi tingkat laba PT A rata-rata tersebut diatas,maka dapat diduga bahwa pergeseran laba melalui penjualan dengan harga kurang wajar dari PT A ke PT B. Kalu misalnya PT B merupakan pembeli tunggal (monopsoni) barang yang dijual PT A tersebut,laba kotor PT A atas barang tersebut untuk tujuanpenghitungan pajak terutang harus dihitung kembali sebesar 30 %

Pasal 18 ayat (3a) UU PPh
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjia dengan WP dan bekerjasam dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk mennetukan harga transaksi antar pihak-pihak yangmempunya hubungan istimewa sebagaimana dimaksud ayat (4),yang berlaku penghiotungan pajak terutang harus dihitung kembali menjadi sebesar 30 %

Pasal 18 ayat (3a) UUPPh
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan wajib pajak dan bekerjasama dengan pihak otoritas pajak lain untukmennentukan harga transaksi atar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaiman dimaksud dalam ayat (4),yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanannya serta melakukan renegoisai setelah priode tertentu tersebut berakhir.